Pendakian Berbingkai Ikhlas
Waktu terus bergulir dan segera mengantarkanku ke gerbang impian. Perjalananku mengais ribuan harapan harus terus aku lanjutkan. Hari ini adalah awal hidup yang sebenarnya, akan ku mainkan peranku, ku rengkuh klimaksnya dan akan ku pungkasi dengan goresan manis yang tak terlupakan. Aku tak boleh lengah dan tak boleh menyiakan kesempatan. Aku ada, aku datang untuk menang!
“Gimana Shif? Lancar kan tadi di dalam sana? Semuanya bisa dikerjain kan?” rentetan tanya Tya menyambutku keluar dari ruang ujian seleksi perguruan tinggi.
‘Ya gitu deh.. ada yang yakin bisa dan ada beberapa yang gak yakin,”
“Ah, optimis aja. Apa yang udah kamu siapin buat hari ini, dan usaha yang udah kamu tempuh pasti ada ganjarannya,” kata Tya dengan bijak sambil tersenyum menepuk pundakku.
Namaku Ashifa Anindhitya Azhar, beberapa hari terakhir ini adalah hari yang paling menyibukkan bagiku. Aku harus kembali bergelut dengan soal-soal ujian yang akan mengantarkanku ke ranah baru, perguruan tinggi. Memang tak mudah untuk menentukan kemana aku akan melanjutkan studi. Tapi paling tidak, masukan dari orang terdekat sangat membantuku untuk menentukan pilihan. Bidang kesehatan dan pendidikan yang akhirnya aku pilih. Selain sesuai dengan kemauan sendiri, apa yang aku lakukan semata hanya untuk membahagiakan orangtuaku tercinta. Sesederhana itu.
“Tya.. nama kamu ada nih di pengumumannya. Teknologi Informatika. Selamat yaa..” kataku yang masih menatap lekat tiap baris nama dalam monitor.
“Makasih, kamu sendiri gimana Shif?”
“Belum ketemu nih, bantuin nyari dong! Ini nomor aku.”
Shifa kembali menekuni tiap baris nama yang tertera dalam pengumuman itu. Bersama dengan Tya, sahabat yang senantiasa menemaninya dalam berbagai suasana. Tak terkecuali di saat ini, saat pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi itu tiba. Suasana sekolah memang telah lengang, tapi tidak dengan suasana hati mereka.
“Shif, liat nama kamu.. ada dua nih! Pendidikan Dokter dan Farmasi.” suara Tya yang terdengar sedikit histeris mengagetkan Shifa yang telah enggan menatap monitor.
“Hah? Beneran? Alhamdulillah..” kataku lirih dan tak terasa senyumku kian mengembang.
“Selamat ya Shif..tuh kan, apa yang aku bilang waktu itu gak salah. Apa yang kamu lakuin gak sia-sia Shif. Dan hasilnya pun gak mengecewakan Ikut seneng deh.” kata Tya tersenyum bangga.
“Iya Tya, makasih. Jadi pengen cepet-cepet pulang terus ngasih tau ke ibu bapak. Oh iya, aku kirim pesan dulu dah ke Mbak Adhis. Mau berbagi kegembiraan.” kataku pada akhirnya.
Ini memang bukan pertama kalinya aku menerima pengumuman seleksi masuk perguruan tinggi. Sebelumnya aku telah menerima keputusan bahwa aku belum diterima melalui jalur prestasi. Dan tak disangka, keberhasilan yang tertunda itu berbuah manis sekarang.
“Alhamdulillah adek dapet dua-duanya. Mau ngambil yang mana?” kata ibuku usai aku menceritakan berita menggembirakan ini.
“Gak tau mau yang mana. Masih bingung, Bu. Terserah ibu ama bapak aja. Ini pengumumannya kalau mau lihat.” kataku sambil menunjukkan ratusan nama yang tertera jelas dengan keterangan lain di dalamnya.
Satu per satu barisan huruf itu dibaca oleh orangtuaku dengan seksama, terutama bapak. Ada guratan lain yang terukir di wajahnya. Sesuatu yang baru dan tak pernah ku lihat sebelumnya. Seperti biasa, kediaman lakunya menyiratkan banyak hal yang sulit untuk diterka. Seperti saat ini.
“Gak usah diambil ya dek,” ungkap bapak dengan nada pelan namun sedikit menyesakkan dada hingga apa yang beliau katakan tak mampu ku dengar sepenuhnya.
Hening. Tak ada respon.
Aku hanya bisa tertunduk , diam merenungi apa yang yang tengah terjadi. Belum genap sehari aku merasakan kegembiraan, kebimbangan memilih, kini aku dihadapkan pada satu hal yang tersulit. Mencoba mengikhlaskan, melepaskan apa yang telah aku dapat tanpa menikmati sedikit manisnya usaha yang telah aku lakukan.
“Shifa mau masuk kamar,” kataku lalu bergegas menuju kamar dengan perasaan yang galau.
Tak ada orangtua yang tak bangga ketika anaknya menorehkan prestasi yang tak biasa. Apapun akan dilakukan oleh orangtua untuk mengantarkan anaknya pada kebaikan, pada apa yang telah menjadi pilihannya. Begitu pula orangtua Shifa. Sebenarnya mereka bangga dan bersyukur atas apa yang telah Shifa dapatkan, dan ingin rasanya terutama ibu Shifa untuk merealisasikan keinginan putrinya tapi sepertinya keadaan yang memaksa agar Shifa menanggalkan keinginannya. Melepaskan yang telah diraih.
Bukan suatu perkara yang mudah untuk memutuskan. Adakalanya kita mengalah untuk hal-hal yang lain. Hidup kita bukan hanya untuk saat ini, masih ada hari-hari esok, masih ada yang membutuhkan kita. Kita tak boleh egois. Mbak Adhis masih kuliah, menuju tingkat akhir, Shifa sendiri baru mau masuk kuliah, bapak dan ibu juga punya kebutuhan, dan orang lain di luar sana juga butuh pertolongan. Kata-kata bapak tadi siang terus berputar di pikiranku. Ada hal yang tiba-tiba menyesakkan dada. Tapi entah, bahkan aku sendiri tak mampu menguraikannya. Tak terasa butiran hangat meleleh dari pelupuk mata.
Teringat masa kecilku kau peluk dan kau manja
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Indahnya saat itu buatku melambung
Disisimu terngiang hangat napas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Kau inginku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak……….
Patuhi perintahmu jauhkan godaan
Yang mungkin ku lakukan dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku terbelenggu jatuh dan terinjak……….
(Ada Band_Yang Terbaik Bagimu)
“Mbak Adhis, Shifa cuma pengen membahagiakan bapak ibu. Shifa udah ngasih semaksimal mungkin, yang terbaik. Dan hasilnya pun gak mengecewakan. Tapi masih sulit rasanya untuk melepaskan seutuhnya, mengingat semua pengorbanan yang tercurahkan untuk itu. Rasanya semua sia-sia dan percuma.” kataku dengan sekuat tenaga menahan sendu.
Adhis terdiam memahami setiap kata yang mengalir lancar dari benak Shifa, adiknya. Dia semakin dewasa. Bahkan lebih dari yang aku kira. Waktu dan pengalaman memang dapat mendewasakan diri. Tapi bagaimanapun ini adalah proses menuju kematangan hidup dan aku yakin Shifa mampu melewatinya, batinnya.
“Shifa, gak ada yang percuma dan sia-sia. Apa yang telah Shifa lakukan udah bikin semua orang bangga terlebih ibu bapak. Mungkin belum saatnya semua ini menjadi milik Shifa. Tapi yakinlah, di balik ini Tuhan telah menyiapkan sesuatu yang lebih indah dari yang kita duga,”
“Iya, Mbak Adhis. Harus belajar ikhlas meski tak rela,”kata Shifa mengakhiri pembicaraan pada malam itu.
Hari berganti hari Shifa mencoba untuk mengikhlaskan yang apa telah ia dapatkan. Keinginannya untuk masuk di Pendidikan Dokter atau Farmasi harus ia tangguhkan dan mencoba di kesempatan lain yang tentunya tak memberatkan ibu dan bapak.
“Coba ikut yang seleksi nasional ya dek. Siapa tahu lolos dan sedikit bisa meringankan bapak,” kata bapak di suatu hari.
“Iya, besok Shifa akan coba,” jawab Shifa pendek.
Ada yang masih mengganjal di hati Shifa. Setengah hatinya masih belum berterima dan sesekali rasanya hendak menyalahkan keadaan. Hingga suatu ketika tanpa ia sadari, ia menemukan jawabannya sendiri atas kekeliruannya.
Shifa mengirim sebuah pesan pada kakaknya, Adhistya.
Mbak Adhis, dari kemarin aku bilang ikhlas-ikhlas mulu tapi cuma di bibir aja. Mau apa aja rasanya gak enak. Tapi sekarang udah bener-bener dari hati dan apa yang aku lakukan jadi lebih ringan. J
Adhis sedikit tercekat membaca pesan singkat dari Shifa. Dia benar-benar belajar dari semua ini. Belajar untuk menghargai orang lain, belajar memahami keadaan. Aku makin bangga memilikinya. Semoga selepas ini ia menjadi lebih bijak memilih, dan semua yang terbaik menjadi gantinya, batinku.
I can almost see it
That dream I’m dreamin
But there’s a voice inside my head saying
"you’ll never reach it"
Every step I’m taking
Every move I make feels
Lost with ’known direction
My faith is shakin
But I gotta keep tryin
Gotta keep my handheld high
That dream I’m dreamin
But there’s a voice inside my head saying
"you’ll never reach it"
Every step I’m taking
Every move I make feels
Lost with ’known direction
My faith is shakin
But I gotta keep tryin
Gotta keep my handheld high
There’s always gonna be another mountain
I’m always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I’m gonna have to lose
Ain’t about how fast I get there
Ain’t about what’s waitin on the other side
It’s the climb
I’m always gonna wanna make it move
Always gonna be an uphill battle
Sometimes I’m gonna have to lose
Ain’t about how fast I get there
Ain’t about what’s waitin on the other side
It’s the climb
The struggles I’m facing
The chances I’m taking
Sometimes might knock me down but
No I’m not breaking
I may not know it but these are the moments that
I’m gonna remember most, yeah
I Just gotta keep going
And I gotta be strong
Just keep pushing on……………..
The chances I’m taking
Sometimes might knock me down but
No I’m not breaking
I may not know it but these are the moments that
I’m gonna remember most, yeah
I Just gotta keep going
And I gotta be strong
Just keep pushing on……………..
(Miley Cyrus_The Climb)
Senandung lembut namun menyiratkan energi yang luar biasa itu terus terdengar di kamar Shifa. Mengalun bersama suara hatinya yang kini tak lagi galau. Seakan mengobati dan menyadarkan dirinya kembali akan semua impian yang hendak ia raih. Tak ada kata menyerah sebelum mencoba.
Saat mereka meragukan kemampuanku, dan hampir membuatku kehilangan arah untuk melangkah, aku tak akan lengah. Masih ada banyak jalan yang bisa aku tempuh untuk menggapai apa yang aku mau, yang aku impikan. Semua ini akan aku lanjutkan. Aku harus berusaha keras untuk menggantikan apa yang telah aku peroleh sebelumnya dengan hal yang lebih baik. Lihat saja nanti, pendidikan dokter akan aku genggam bersama dengan asa dan napas doa bapak yang selalu beliau bisikkan padaku. Shifa yang sedari tadi berbicara dengan dirinya sendiri segera beranjak dari tempat tidur dan bergegas menemui kedua orangtuanya.
“Ibu.. bapak.. maafin Shifa. Belakangan ini mungkin banyak tingkah laku yang tak berkenan telah Shifa tunjukkan. Shifa masih egois,” aku Shifa dengan tulus.
“Iya.. Bukannya kami tidak mau mengusahakan apapun untuk Shifa, tapi yang perlu Shifa tahu, yang terpenting adalah Shifa mendapatkan yang terbaik dan Shifa bisa lebih bijak memilih. Cari yang lain dulu ya?” kata bapak sambil tersenyum kecil.
“Shifa akan berusaha lagi,” jawab Shifa dengan mantap diiringi dengan senyuman lega.
Hari ini…
Ketika impian telah menjadi kenyataan dan kenyataan harus bergelut dengan keadaan, hanya niat yang kokoh yang mampu menegakkan harapan. Selalu ada jalan untuk mereka yang berani mengambil resiko dan mengorbankan yang mereka punya untuk mendapatkan yang terbaik. Tantangan harus dihadapi, kesempatan tak boleh disiakan. Karena hidup adalah pendakian.
Jogja-Magelang, di penghujung waktu
Menggores cerita dalam bingkai keikhlasan
*Lintang pambarep